Aspergillus niger sebagai Jamur Fungsional dalam Bidang Pertanian

Penulis : Aditya Nurrahma Badri            

            Aspergillus niger adalah jamur yang berasal dari kelas Ascomycetes. Jamur ini merupakan salah satu jamur paling umum dari genus Aspergillus. Klasifikasi jamur Aspergillus niger sebagai berikut (GBIF Secretariat, 2021).

Kingdom           : Fungi

Filum                 : Ascomycota

Kelas                 : Eurotiomycetes

Ordo                  : Eurotiales

Famili                : Aspergillaceae

Genus                : Aspergillus P.Micheli, 1729

Spesies               : Aspergillus niger Tiegh, 1867

 


Gambar 1. Aspergillus niger secara mikroskopis (sumber: gbif.org)

Aspergillus niger merupakan kapang multiseluler berfilamen dengan tubuh membentuk hifa (Mudah, 2013). Secara makroskopis, koloni Aspergillus niger memiliki warna dasar putih hingga kuning kompak dan diliputi lapisan padat berwarna coklat gelap hingga hitam dengan diameter koloni sekitar 65-75 mm (Permana, 2018). Secara mikroskopis, Aspergillus memiliki hifa bercabang dan bersekat dengan inti banyak serta pada ujung hifa terdapat bagian tegak membesar yang disebut dengan konidiofor dengan konidia-konidia di dalamnya (Ningsih, 2020). Menurut Istiana (2007) dalam Mudah (2013), bagian-bagian Aspergillus terdiri dari sel kaki, konidiofor, vesikel, sterigmata, dan konidia. Sel kaki merupakan struktur yang menempel pada medium, konidiofor merupakan struktur yang muncul dari sel kaki dengan ujung membesar menjadi vesikel dan membawa sterigmata dengan diserta konidia yang tumbuh (Mudah, 2013).

Aspergillus niger dapat ditemukan di berbagai habitat, termasuk di tanah dan di lingkungan dalam ruangan. Pertumbuhan Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu kandungan air, suhu, kandungan oksigen, pH, dan nutrisi. Aspergillus niger memiliki sifat termofilik, yang berarti pertumbuhannya tidak terganggu dengan adanya peningkatan suhu (Amriani, 2013). Menurut sumber lain, Aspergillus niger bersifat mesofilik, yaitu memiliki kebutuhan akan suhu optimum sekitar 24–30 °C (Mudah, 2013). Jamur ini dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80% (Umbrin et al, 2011 dalam Amriani, 2013). Jamur ini juga bersifat aerobik dan hidup pada lingkungan dengan pH sekitar 2–8,5 serta ketersediaan nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhan (Frazier, 1958 dalam Mudah, 2013). Nutrisi tersebut dapat berupa komponen makanan sederhana hingga kompleks.

 

Gambar 2. Aspergillus niger secara makroskopis (sumber: gbif.org)

Aspergillus niger adalah jenis jamur kontaminan makanan yang umum. Aspergillus niger merupakan penyebab penyakit yang disebut jamur hitam pada buah dan sayuran seperti anggur, bawang merah, dan kacang tanah (Permana, 2018). Jamur ini dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang memiliki kadar garam tinggi (Amriani, 2013). Menurut Budiarti (2013) Aspergillus niger galur tertentu merupakan jamur yang mampu memproduksi mikotoksin, yaitu okratoksin. Jamur ini dapat menyebabkan aspergillosis pada manusia, khususnya pada pekerja di bidang holtikultura akibat banyak menghirup debu gambut yang kaya fosat akan spora jamur (Refai, 2014).

Aspergillus niger memiliki nilai fungsional dalam bidang pertanian seperti misalnya untuk dijadikan bahan pupuk hayati. Menurut Parr et al. (2002) dalam Subowo (2013) pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup, aktivitasnya akan berpengaruh pada ekosistem tanah dan menghasilkan suplemen untuk tanaman. Penggunaan pupuk hayati berbasis sumber daya mikrobia merupakan suatu praktik agronomi ramah lingkungan (Rahmansyah et al, 2017).

Aspergillus niger dapat mendegradasi limbah pertanian untuk dijadikan pupuk organik. Aspergillus niger merupakan salah satu kapang penghasil enzim selulase yang dapat menguraikan senyawa selulosa melalui proses fermentasi (Subowo, 2010). Produksi selulase merupakan mekanisme alami Aspergillus niger dalam memperoleh sumber karbon dari selulosa di dalam tanah sebagai sumber metabolisme (Sohail et al, 2009 dan Das & Varma, 2011 dalam Rahmansyah et al, 2017). Penguraian (degradasi) oleh enzim selulase salah satunya dapat dilakukan pada limbah pertanian seperti jerami, jagung, dan kulit kacang-kacangan yang mengandung banyak bahan lignoselulosa (Anindyawati, 2010). Selulosa berupa polimer polisakarida akan dipecah enzim selulase menjadi monomer sehingga keberadaan Aspergillus niger pada tanah dapat menyediakan stok unsur karbon (C) yang dibutuhkan tanaman sebagai unsur hara maupun organisme lain (Subowo, 2010; Anindyawati, 2010). Aktivitas enzim selulase dari Aspergillus niger dapat berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan tanaman pada tingkat kecambah yang sejalan dengan perolehan biomasa (Rahmansyah et al, 2017).

Selain mampu menguraikan selulosa menjadi senyawa C sederhana, jamur ini juga mampu melarutkan batuan fosfat dalam tanah menjadi senyawa fosfat organik yang siap diserap oleh tanaman (Subowo, 2012). Aspergillus niger merupakan salah satu jamur pelarut fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati atau biofertilizer sebagai hasil dari rekayasa bioteknologi di bidang ilmu tanah (Artha et al, 2013). Unsur fosfat (P) organik dibutuhkan tanaman untuk proses metabolisme. Penambahan Aspergillus niger pada tanah diketahui telah menjadi salah satu pengolahan alternatif untuk meningkatkan kadar fosfat (Wahyudi, 2008). Fermentasi oleh Aspergillus niger akan menghasilkan asam organik seperti asam oksalat yang dapat melarutkan fosfat sehingga ketersediaan fosfat menjadi lebih cepat. Thomas, et.al. (1985) dalam Artha et al (2013) menyatakan bahwa isolat kelompok jamur Aspergillus menunjukkan kemampuan melarutkan fosfat yang lebih baik dibandingkan dengan isolat jamur dari Penicillium. Selain fosfat, penelitian oleh Pahlevi dan Mirwan (2021) menunjukkan bahwa penambahan jamur Aspergillus niger, bakteri Pseudomonas putida, dan air kelapa pada proses pembuatan kompos dapat meningkatkan kuantitas unsur hara makro (N, P2P5, dan K2O). Aspergillus niger memiliki sifat yang mampu mengikat nitrogen dari sekitar sehingga dapat berperan dalam meningkatkan unsur nitrogen pada media tanam (Pahlevi dan Mirwan, 2021).

Selain berperan dalam menyediakan unsur hara, Aspergillus niger juga dapat menghasilkan hormon tumbuhan. Menurut Bilkay et al (2010), Aspergillus niger merupakan jenis mikroorganisme tanah yang mampu menghasilkan asam indol asetat (IAA) atau auksin dan giberelin (GA3). Senyawa-senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai hormon bagi tumbuhan untuk pertumbuhan akar, batang, dan daun (Rahmansyah, 2017). Auksin bekerjasama dengan giberelin dalam memicu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong terjadinya pembelahan sel pada kambium pembuluh yang menyebabkan diamter batang suatu tanaman bertambah (Asra et al, 2020).

Kemampuan lain jamur Aspergillus niger adalah dapat mendegradasi pestisida. Dilaporkan bahwa Aspergillus niger mampu mendegradasi pestisida Cypermetrin, Profenofos, Dimetoat, Endosulfan, Deltametrin, dan lain sebagainya (Budiarti et al (2013). Pada umumnya lahan pertanian di Indonesia sudah tercemar oleh pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan meninggalkan residu kimia dalam tanah. Kemampuan Aspergillus niger dalam menguraikan pestisida membuatnya selain berfungsi sebagai pupuk penyubur tanah, juga dapat berfungsi sebagai agen bioremediasi yang dapat membersihkan tanah pertanian dari residu pestisida, sehingga tanah pertanian menjadi lebih sehat bagi manusia (Budiarti et al, 2013). Jamur Aspergillus niger dapat menghidrolisis herbisida 3-Chloro-2-methyl-p-valerotoulidide menjadi 3-chloro-4-methylacetanilida dan fungisida 2,5–dimethylfuran-3-carboxanilida menjadi acetanilida11 (Subowo, 2012). Proses ini dapat mengurangi tingkat toksisitas pestisida di lingkungan. Jamur tanah juga mampu mendegradasi pestisida Deltametrin yang dapat membunuh serangga melalui kontak kulit dan pencernaan (Bhanu et al., 2011 dalam Subowo, 2013). 

 

 

Daftar Pusrtaka

Amriani F. 2013. Praperlakuan Fisikdan Biologi Terhadap Biomassa Eceng Gondok untuk Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger dan Trichoderma reesei. Tesis. Medan: Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Artha PJ, Guchi H, dan Marbun P. 2013. Efektivitas Aspergillus niger dan Penicillium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan Fosfat dan Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Andisol. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013. 1277-1287.

Aspergillus niger Tiegh. in GBIF Secretariat (2021). GBIF Backbone Taxonomy. Checklist dataset https://doi.org/10.15468/39omei accessed via GBIF.org on 2021-07-28.

Asra R, Samarlina RA, dan Silalahi M. 2020. Hormon Tumbuhan. Jakarta: UKI Press.

Bilkay IS, Karakoc S, dan Aksoz N. Indole-3-acetic acid and gibberellic acid production in Aspergillus niger. Turk J Biol 34 (2010) 313-318. doi:10.3906/biy-0812-15.

Budiarti SW, Purwaningsih H, dan Suwarti. 2013. Kontaminasi Fungi Aspergillus sp. pada Biji Jagung di Tempat Penyimpanan dengan Kadar Air yang Berbeda. Seminar Nasional Serealia.

Mudah M. 2013. Upaya Meningkatkan Kualitas Bahan Baku Pakan Ikan Melalui Fermentasi Ampas Tahu oleh Aspergillus niger. Skripsi. Purwekerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Ningsih TM. 2020. Gambaran Jamur Aspergillus Flavus pada Bumbu Kacang Penjual Siomay di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam Kota Bandar Lampung. Diplomas thesis. Lampung: Poltekkes Tangjungkarang.

Pahlevi FA dan Mirwan M. 2021. Pemanfaatan Sludge Kawasan Industri dengan Mikroorganisme Aspergillus niger, Pseudomonas puttida dan Penambahan Air Kelapa Menjadi Pupuk Organik. Jurnal Envirous Vol 1, No2, Hal 143-151.

Permana DR. 2018. Identifikasi Aspergillus Species dan Uji Sensitivitas Terhadap Vorikonazol di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya. Diploma Thesis, Politeknik Kesehatan Denpasar.

Rahmansyah M, Sugiharto A, dan Juhaeti T. 2017. Pengaruh Inokulan Aspergillus niger terhadap Pertumbuhan Kecambah Sorgum Tercekam Kekeringan dan Petumbuhannya di Lapangan. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 3 (3): 426-432.

Subowo YB. 2010. Uji Aktifitas Enzim Selulase dan Ligninase dari Beberapa Jamur dan Potensinya sebagai Pendukung Pertumbuhan Tanaman Terong (Solanum melongena).

Subowo YB. 2012. Seleksi Jamur Tanah Pendegradasi Selulosa dan Pestisida Deltamethrin dari Beberapa Lingkungan di Kalimantan Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 13, No 2 (2012): 221 – 230.

Subowo YB. 2013. Kemampuan Beberapa Jamur Tanah dalam Menguraikan Pestisida Deltametrin dan Senyawa Lignoselulosa. Berita Biologi 12(2) 231-238.

Wahyudi T. 2008. Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan Aspergillus niger. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 56.


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
For More Information:
Email            : bioindustryinnovation@gmail.com
Instagram    : bic_unas
Facebook    : BIC Unas

Comments

Popular posts from this blog

Pemanfaatan Bulu Babi (Diadema Setosum) sebagai Sumber Pangan

Manfaat Saccharomyces cerevisiae Pada Bidang Peternakan